Tampilkan postingan dengan label Flash Mini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Flash Mini. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Mei 2023

Kakek Sakti dan Jagung Marning

Rumah terakhir yang ia ingin jadikan target pencurian berikutnya adalah rumah kakek ompong, pemilik sepeda ontel zaman Belanda. Bunyi jeruji yang khas membuat sang pencuri tak sabar menunggu malam. Sunyi adalah makanan terbaik, sekaligus ketegangan yang luar biasa. Ia sudah membayangkan bagaimana laba yang diperoleh jika berhasil mencurinya. Bibirnya sudah tersenyum sejak sore hari. Tas kecil berisi pakaian serba hitam jelaga sudah dipersiapkan maksimal. Dan ia tak memerlukan perkakas apapun, toh hanya kakek renta, ompong lagi. Sekarang ia tertawa sendiri, terbahak-bahak. Isi kepalanya sudah mengira betapa mudahnya mengelabui sang kakek.

Setalah isya, ia langsung tidur. Weker pun dipasang. Tepat pukul dua dini hari ia akan bangun. Sebuah ember besar berisi air yang sudah disiapkan sebagai weker terakhir, jika terlalu dalam tidurnya alias molor. Ember itu layaknya robot yang bisa menyiram tuannya, apabila dua menit setelah pukul dua dini hari tidak bangun. Menakjubkan bukan.

Pukul 02.30 ia terbangun. Bajunya telah basah. Ia bangun karena kedingingan. Setelah berganti pakaian serba hitam ia melesat menuju ke rumah kakek. Sepanjang perjalanan ia mengumpat karena bangun lebih telat dari pada yang ia kira. Padahal ia perlu ritual-ritual tertentu agar misi berjalan mulus. Seperti kentut yang panjang mirip peluit atau senam nafas kembang kempis secara bersamaan tidak saling menunggu.

Ia membenci bunyi kokok ayam jantan. Ia menyukai dengkuran, dan orang-orang yang terlihat putus asa ketika terlelap tidur.

Ia berhenti di halaman rumah kakek. Matanya awas melihat sekitar. Hanya kamar yang masih tersisa lampu temaram. Ia mendekati kamarnya dan melihat kakek masih meringkuk pulas. Ia pun mempercepat langkah menuju tempat dimana sepeda ontel terparkir. Pada saat yang sama kakek bangun dan mulai memulai ritualnya. Kencing dan kembali ke kamar dan duduk mengambil sesuatu untuk dikunyah sambil menunggu fajar.  

Pencuri itu berhasil membuka slot pintu dengan mudah. Ia mendekati sepeda ontel zaman Belanda. Tangannnya gemeter ketika memegang stang sepeda. Kedua kakinya juga entah kenapa tiba-tiba terasa dingin. Tubuhnya gemeter hebat ketika sebuah suara mengagetkan ketika mulai menuntun sepeda ontel sepelan mungkin, sambil menghindari kursi dan meja.

“Ayo mau kemana, susah banget, kiri ya?” ucap sang kakek dari dalam kamar.

Mendengar ucapan kakek yang membuat tubuhnya agak limbung. Ia pun melangkah ke arah kanan.

Bandel amat, sekarang kamu ke kanan, silahkan saya ikuti kemana saja kamu pergi,” Kata kakek lagi.

Pencuri pun melangkah ke arah kiri melewati kursi.

“Kiri lagi ya, hehe,” ungkap sambil tertawa.

Pencuri pun ke arah kanan menghindari meja.

“Kamu mau kemana sih, sekarang ke kanan lagi,” tutur sang kakek.

Begitu seterusnya. Pencuri pun makin limbung dan terjatuh ke lantai. Ia pun bangkit dan lari lintang pukang. Sambil memaki dirinya sendiri. “Kakek itu memang sakti, bisa menebak langkahku, sial!” tuturnya sambil berlari menghindari malam yang sebentar lagi pagi.

Kakek yang sedang makan marning, tak punya gigi. Marning yang keras itu selalu ke kanan dan kiri di mulutnya. Dan ia berbicara sendiri sambil mencari jagung itu ke arah geraham ompong kanan dan kiri. Kejadian berulang sampai para maling mengira ketahuan, padahal tidak.

Hantu Sumur

Jeritan keras terdengar dan suara debur air kencang seperti benturan ombak. Teman-temannya yang sedang duduk-duduk istirahat mengenali suara itu. Mereka langsung berlari ke bibir sumur melongok ke dalam. Diteriakannya namanya berulang kali. Jawabannya hanya bergolak-golak sumur dalam beberapa saat.

“Bagaimana ini, Febri kecemplung sumur!” tanya seorang panik.

“Sumur ini berhantu!” Jawab yang lain.

Salah seorang dari mereka memanggil ibunya. Ia sedang di rumah salah seorang tetangga. Menjenguk tetangga yang baru selesai operasi wasir. Konon kabarnya, penyakit wasir bisa menurunkan harkat dan martabat.

Ibunya memanggil-manggil nama anaknya. Ia melolong seperti srigala. Suaranya memecahkan gendang telinga. Kami menjauh darinya untuk sementara waktu. Febri memang terlihat sering tak akur dengan ibunya. Tetapi kehilangan anaknya mungkin akan membuatnya mati berdiri.

Ia mendekati kami yang masih linglung karena suaranya.

“Cepat cari tangga, saya ingin masuk kedalam sumur!” ucap ibunya.

“Ibu nggak takut kalau nanti didalam ibu ketemu hantu sumur?” tanya salah seorang anak.

“Hussh, nggak ada hantu dalam sumur, itu hanya karangan orang-orang dengki saja.” Jawabnya.

Teman-teman mencari tangga panjang. Bertanya ke tiap-tiap rumah. Hasilnya nihil.

“Tak ada macam tangga panjang yang Ibu mau,” kata seorang anak berambut keriting.

“Apa perlu ke desa sebelah pinjam sama tukang gali kubur.” Ucap seorang anak yang hidungnya masih umbelan.

“Gali sumur bocil...?” kata seorang anak yang gendut.

“Ngga usah!, sekarang ke rumah Pak Nasir, kasih tahu kalau Ibu pengin nyemplung sumur dengan naik ember, nanti kalian bantu turunin Ibu ya?” ungkapnya.

 Pak Nasir adalah kakak kandungnya. Ia ingin meminta bantuannya.

“Apa!, Ia pengin bunuh diri!” Teriak Pak Nasir.

“Ia ingin menolong anaknya yang kecemplung sumur, cepetan ke sana Pak!” kata seorang anak utusan Bu Febri.

“Tuh Pak, sumur itu memang ada penghuninya,” kata Istri Pak Nasir.

“Sudah Bu, nggak ada hantu, bapak yang ikut nggali, bapak pamit dulu mau ikut nyemplung sumur?” jawab Pak Nasir.

“Lho Pak, kalau bapak nyemplung sumur hantu itu, ibu sama siapa?” tuturnya.

“Sama guling dan bantal, sudah bu, saya mau jadi superhero,” sewot Pak Nasir.

Sampai di bibir sumur keadaan makin rungsing. Ia Ngotot minta di turunkan kedalam sumur menggunakan katrol dengan ember. Sementara Pak Nasir melarang, karena sangat berbahaya. Begitu alasannya. Keadaan makin genting sampai beberapa tetangga datang, juga Pak RT. Siapa yang memberi tahu perihal kejadian itu.

“Ada apa ini!” Tanya Pak RT.

“Anak saya kecempulung sumur ini Pak!” jawab ibunya sambil menangis.

“Kita lapor polisi saja,” perintah Pak RT.

“Jangan....!!!” sebuah suara muncul dari arah kamar mandi.

Febri muncul dari kamar mandi. Tertawa dan langsung berlari ke arah hutan. Menghindari pukulan teman-teman dan tentu saja omelan sekaligus hukuman.